Aku hanyalah funk rock
jalanan,,,
Yang tak punya,, harta
melimpa,, dan mobil mewah,,,”
Ku
nyanyikan lagu itu pada setiap kendaraan yang berhenti tepat dilampu merah,
yah,,, walaupun terkadang beberapa orang mendamprat ku ataupun mengusirku ,
tapi aku tak pernah putus asa dan kembali mencari kendaraan yang bersedia
menerima suara ku, seperti yang tertera pada lagu diatas, aku adalah seorang
pengamen jalanan biasa yang sering mangkal diperempatan lampu merah, namaku
bunga , aku adalah anak seorang pengemis yang tinggal di kolong jembatan,
karena saat ini nasib tak memihak pada ku apalagi dengan penderitaan yang aku
rasakan. Ibuku sakit parah, sejujurnya aku tidak tahu pasti apa sebenarnya
penyakit yang diderita ibu, tak perlu lagi menjelaskan mengapa! Alasan apa lagi
yang bisa menghambatku selain UANG? Pihak rumah sakitpun tidak akan pernah mau
menengok barang sedikitpun pada kami yang sebenarnya lebih membutuhkan uluran
tangannya. Makan sehari-hari saja harus mengemis-ngemis pada orang, apa lagi
harus mengobati penyakit ibu yang masih belum jelas sampai saat ini,
Kalian pasti bertanya-tanya tentang ayahku,
Tapi ku moon jangan paksa aku untuk memberitahukan
kalian masalah ini, karena akupun tak pernah tahu, sebetulnya apa aku punya
ayah atau tidak!!
Recehan uang terus menerus masuk ke kaleng lusuhku, sambil mengucap terima kasih aku berlalu ke mobil selanjutnya dan begitu seterusnya, sampai siang menjelang,,,,,,
Aku kembali kerumah dengan 2 bungkus nasi yang
kubeli diterminal. Ku lihatibu masih terbaring tak berdaya, entahlah aku tak
tahu harus bagaimana,aku hanya berharap ibu bisa lebih sehat dan kembali
seperti dulu lagi. Impian terbesar yang mungkin tak akan pernah terjadi, kalian
bisa merasakan bagaimana menderitanya hidup sendiri tanpa seorang ibu?!
“ibu,,,” bisikku “aku pulang, bunga bawa nasi campur
kesukaan ibu, ibu makan ya,,,”
Ibu melirikku sejenak tanpa berkata apapun dari
sirat matanya pun aku yakin saat ini ibu sedang berjuang menahan rasa sakitnya
yang berangsur-angsur memburuk, tanpa menunggu lebih lama lagi aku membuka
bungkusan nasi itu, mengunyahnya dan menyuapkan pada ibu, asal kalian tahu saja
ibu ku tidak bisa makan nasi lagi karena tak kuat mengunyah butiran-butiran
nasi ini, tuhan mungkin telah merencanakan semua penderitaan ku yang kini ku
jalani, aku tidak pernah menyangka mengapa tuhan memilih penderitaan ini
sebagai situasi terbaik bagi ku.
“hmmm,,”
Desahku kemudian diiringi rasa malas yang semakin
besar dalam diri ku, “aku sudah malas mengurusi ibu lagi, toh selama ini ibu
tak pernah mengalami kemajuan, dan mungkin sebentar lagi akan pergi dari dunia
ini. Mudahan saja!!” hei,,, kenapa aku seperti ini? Pikiran macam apa ini?
Kenapa aku malah mendo’akan ibuk sendiri mati? Bodoh!bodoh! anak macam apa
aku?! Ingin rasanya menghilangkan semua kejahatan yang terlintas dalam benakku,
ibu menggenggam tanganku
“kenapa? Bosan ngurus ibu?”
Aku tak tahu harus menjawab apa, aku tidak mungkin
berbohong pada ibu dan membohongi diriku sendiri. Aku memilih untuk diam. mungkin
ibu sudah mengerti apa maksud dari diam ku, akupun menunduk.
“ibu yakin tuhan masih sayang sama kita nak”
“tapi bu” sanggah ku “kala tuhan sayang sama kita,
kenapa harus seperti ini? Kenapa disaat semua temanku merasakan bangku sekolah
aku malah mengemis didepan orang banyak? Disaat temanku asyik bermain , aku
malah harus terus-menerus jagain ibu,,, mana kasih sayang tuhan bu? Tuhan ngk
adil bu! Tuhan jahat!!!”
Teriakku kemudian berlalu meninggalkan ibu yang
terkesiap karena ocehanku, sebenarnya aku pun kaget dengan kata-kata yang
tiba-tiba meluncur tanpa bisa ku kendalikan, akupun tak tahu mengapa aku bisa
berkata seperti itu?
Aku berlari,,, jangan tanya aku kalau hendak kemana!
Karna aku pun tak tahu harus pergi kemana sekarang
“ibu,,,,,,,,, ibu,,,,,,,,,,,,,,”
isak ku kemudian,
“cukup sudah!!! Aku sudah tak tahan lagi seperti ini, kapan semua ini berahir
tuhan,,,,,,???” ratapku
Hari demi hari terus berlalu dan tak lupa ia
mewarnai kehidupan ku yang kelam ini dengan tinta hitam pekatnya
Ya,,,,,,, sakit ibu semakin menjadi-jadi, yang
membuat ku tidak bisa mengamen lagi dan harus tetap berada disamping ibu untuk
mengurusinya. Satu pertanyaan yang terus menerus mengusik relung kalbuku
“mengapa harus aku yang menjalaninya?”
Pikiranku kacau kalau mengingat apa yang telah
terjadi dalam hidupku, sampai suatu hari
saat ibu tertidur lelap aku pergi meninggalkannya, “toh ibu sedang tidur , aku
juga kan Cuma mau pergi sebentar, melepas kesumpekan ini aku juga butuh
refreshing dari kegiatan mengurus ibu” pikirku
Aku berjalan terus menyusuri setiap tapak jalan
besar. Ini pertama kalinya aku merasa bebas, berlari , tertawa , aku merasa
terbang bebas di dunia, tak ada yang bisa mencegahku, tak henti-hentinya aku
beryanyi dan tertawa-tawa menikmati saat-saat yang paling langka dalam hidupku,
tak ku rasa waktu begitu cepat berlalu, sore menjelang dan aku baru menyadari
itu, dengan langkah tergesa-gesa aku kembali pulang.
Pikiranku mulai kacau, bagaimana keadaan ibu? Apakah
ibu baik-baik saja? Apaka ibu sudah bangun? Apakah ibu haus? Kata-kata itu
terus menghantui pikiranku, orang-orang yang berlalu lalang terlalu ramai
sampai aku kesulitan untuk berjalan cepat.
“jangan terlalu gelisah, itu hanya akan menambah
masalah, coba berfikir dengan pikiran yang tenang”
Aku mendengar kata-kata itu dari keramaian, ku
perhatikan asangan suami istri yang terlihat sedang kehilangan anaknya, aku
mulai berfikir lagi, aku harus tenang, ibu akan baik-baik saja! Akupun
memperleambat gerakan ku dan mulai menenangkan perasaanku yang tadinya kacau balau
hanya karna pikiran bodoh tanpa bukti itu, aku mulai tersenyum kembali dan
berjalan seperti biasa.
Beberapa menit kemudian,-
Aku sampai dirumah, bukan! ini bukan rumahku! Aku
tidak menemukan satu bangunan pun yang bisa disebut sebagai rumah, sejauh mata
memandang aku hanya melihat reruntuhan bangungan yang telah berserakan ditanah. Sesaat aku
hanya terdiam terpaku, lidahku kelu, bahkan kaki ku tak mampu menopang tubuhku
lagi, aku terjatuh diantara puing-puing bangunan yang berserakan
“ibu,,”
Gumam ku lirih, air mata ku tak dapat terbenndung
lebih lama lagi, dimana ibu? Mana ibu? Ibu,,! Mana ibu? Pertanyaan-pertanyaan
itu menghantamku, tapi aku tak bisa melakukan apapun selain terdiam dan terus
menatap reruntuhan itu.
“ayo nak kita pergi,
kenapa masih disini?”
Kakek tua itu merengkuhku, tapi seperti yang
beberapa waktu lalu kukatakan, aku tak bisa melakukan apapun selain terdiam
memandangi reruntuhan yang tak bernyawa.
“pemerintah memang tidak pernah memkirkan nasib
kita, seenaknya saja mereka menggusur rumah kita atas dasar tanah milik negara,
padahal kita juga punya hak atas tanah ini, mereka tidak pernah berfikir apapun
tentang kita,,,,”
Kakek itu terus melanjutkan ceritanya, aku tak mampu
menanggapinya sedikitpun, aku sudah tak mampu lagi berbuat apapun
“TIDAK,,,,,,,,,,,,,,!!!!!!!!!!!!!” teriakku
“IBU,,,,”
Aku ingin ibu ! teriakku sambil terisak dan
menggapai-gapai bayangan hampa, kakek itu memelukku, aku mencoba memberontak
tapi kakek itu tetap mendekapku malah lebih erat.
“ibu,,,,,,,,,,,,,,,,”
Sabtu 16 Juni 2012,-
Para
pekerja datang bermaksud untuk menggusur semua rumah yang ada di tempat itu
atas dasar “Tanah Negara”, ibu terbangun dari tidunya saat mendengar suara
kontraktor yang mendengung di wilayah itu, saat menyadari aku tida ada
disampingnya ibu mulai panik , ibu mencoba mengumpulkan seluruh tenaganya tapi
sia-sia saja. Ibu tak bisa bergerak sedikitpun, apalagi untuk berteriak minta
tolong , itu adalah sebuah kemustahilan bagi ibu, ibu hanya bisa pasrah saat
reruntuhan bagunan mulai menimpanya, satu harapan ibu. Semoga anaknya datang
menolong, tapi rupanya tuhan berkehendak lain, aku tidak datang sampai tuhan
menjemput ibu kembali kedekapannya, itu adalah permintaan terakhir ibu sebelum
kepergiannya, kebodohanku yang tak mampu ku ampuni sampai saat ini, hanya satu
hal yang mampu ku persembahkan bagi ibu,,,
“do’a”
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
by: akibara mizura
(Y)
ReplyDelete